Sejarah Kebudayaan Suku Wana di Sulawesi
|
wanita suku wana memegang alat musik tradisional |
Jejak Nusantara - Masyarakat ini masih dianggap bagian dari kelompok besar suku bangsa Pamona atau yang dulu dikenal sebagai kelompok Toraja Bare’e, atau Toraja Timur menurut versi A.C. Kruyt (1930). Orang Wana tersebar di daerah pangkal bagian jazirah Sulawesi Tengah, di antara teluk Poso dan teluk Tomini. Mereka berdiam di sekitar daerah aliran sungai Bongka dan anak-anak sungainya yang letaknya di bagian pedalaman kecamatan Ulu Bongka, Bungku Utara dan Barone di Kabupaten Poso. Jumlah populasinya mungkin sekitar 5.000 jiwa. Bahasa Wana termasuk ke dalam keluarga Bahasa Ta’a, yaitu Bahasa inngkar yang masih satu bagian dengan kelompok Bahasa pamona.
|
orang tua suku wana |
|
gadis suku wana |
Walaupun dianggap masih hidup terasing secara kultural orang Wana sebenarnya tetap menjaga hubungan dengan penduduk pantai., terutama untuk memperoleh barang baraang luar seperti garam dan peralatan dari besi. Untuk memperoleh barang barang tersebut maka orang Wana berusaha mengumpulkan rotan, damar atau kayu besi untuk di jual dan uangnya digunakan untuk membeli kebutuhan mereka dari pedagang pesisir.
|
pria suku wana menggunakan alat tradisional dalam berburu |
Mata pencarian mereka umumnya adalah berladang dengan menebang, membakar dan berpindah ketika kesuburan tanah atau lahang nya sudah hilang. Mereka biasa menanm padi, jagung, ubi-ubian, labu, sayur-sayuran, kopi, pisang, dan sedikit kelapa. Selain itu mereka juga berburu binatang liar seperti rusa, babi rusa, monyet, burung maleo dan lainnya. Untuk berburu, mereka memakaisenjata sumpitan beracun (yang disebut sopu), tombak atau dengan perangkap.
|
kehidupan masyarakat suku wana |
Penduduk suku terasing ini hidup dalam kelompok-kelompok kecil dekat lahan perladangan mereka. Pemukiman dekat lahan ini terdiri dari 5-15 keluarga inti. Biasanya satu sama lain masih ada hubungan kekerabatan yang sangat dekat. Sebuah rumah tangga terdiri atas satu keluarga inti senior yang sering disertai oleh beberapa orang kerabat dekat sebagai kesatuan tenaga kerja, Karena sebuah ladangdi kerjakan oleh sekitar 5-10 tenaga kerja dewasa dan anak-anak yang sudah bisa membantu pekerjaan yang ringan. Kepemimpinan yang paling efektif dalam kehidupan sosial mereka adalah tokoh yang di sebut Tautua lipu, yaitu seorang lelaki senior yang berperan sebagai kepala pemukiman, sekaligus sebagai pemimpin tani dan syaman (dukun).
|
rumah sederhana masyarakat suku wana |
Orang Wana telah sejak lama berhubungan dengan masyarakat pantai yang notabene beragama Islam, seperti orang Bugis, Mori, Ampana, Bajau, dan sebagainya. Karena itu sebagian dari mereka ada juga yang memeluk agama islam. Ada pula yang kemudian memeluk agama Kristen Protestan yang di bawa oleh seorang penginjil di Lemo, namun yang masih tetap atau kembali kepada kepercayaan lama juga banyak. Orang Wana yang masih memeluk kepercayaan lama mereka yang animise dan dinamisme beranggapan bahwa agama mereka lebih tua dari pada agama Kristen tetapi lebih muda dari agama Islam (Karena agama islam datang lebih dulu?). Kepercayaan lama yang dianut orang Wana berorientasi kepada adanya kekuatan-kekuatan gaib dan roh-roh yang mendiami tempat-tempat tertentu. Tempat yang mereka anggap sebagai tempat keramat di mana berdiam para roh-roh adalah gunung Tongku Tua (Tambosisi) yang tingginya sekitar 2.500 meter.
Sumber. Kennedy 1935; Atkinson 1979, 1985.
Suku Wana di Sulawesi
4/
5
Oleh
Unknown